Tinjau Pengungsi Merapi, Sultan Tak Ingin Ada Diskriminasi Agama

an (10/11/2020) jogjaprov.go.id – Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X meninjau barak pengungsian warga Kawasan Gunung Merapi pada Selasa (10/11) pagi. Barak yang dikunjungi berlokasi di Balai Desa Glagaharjo, Cangkringan, Sleman. Barak tersebut menampung 195 orang warga Dusun Kalitengah Lor, Cangkringan, Sleman. Warga di sekitar Kawasan Gunung Merapi sudah mulai diungsikan mengingat status aktivitas Gunung Merapi telah meningkat ke Siaga (Level III) sejak Kamis (05/11) siang.

Turut hadir mendampingi Sri Sultan yakni Bupati Sleman Sri Purnomo, Sekda DIY Kadarmanta Baskara Aji, Danrem 072/Pamungkas Brigjen (TNI) Ibnu Bintang Setiawan, Kepala Pelaksana BPBD DIY Biwara Yuswantana, Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida,  dan Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie. 

Setelah tiba pada sekitar pukul 09.15 WIB, Sri Sultan bersama Bupati Sleman menilik lokasi pengungsian dan kondisi warga. Sri Sultan kemudian berdialog dengan Bupati Sleman, Forkominda, relawan, dan perwakilan warga yang mengungsi. Dalam kesempatan itu, Sri Sultan meminta Bupati Sleman dan jajaran Forkopimda agar persoalan sosial tahun 2010 tidak terulang. Saya tidak ingin ada dominasi agama tertentu di barak pengungsian. Kasus yang terjadi pada tahun 2010 tidak boleh terulang,” tegas Sultan.

Sri Sultan berujar bahwa keselamatan warga masyarakat termasuk pengungsi merupakan tanggung jawab pemerintah. “Cara seperti ini tidak betul. Kecuali kalau dia ngragati (modal) sendiri, itu baru masalah lain. Tapi, di sini pun kita tidak akan sependapat kalau seperti itu. Nanti masyarakatnya berkelompok-kelompok, tidak semestinya itu terjadi, karena itu tanggung jawab pemerintah,” pungkasnya. 

Di samping itu, Sultan juga menekankan bahwa menu makan di barak sejatinya ditentukan oleh pengungsi, bukan juru masak di dapur umum. “Saya punya harapan yang menentukan makan itu bukan yang memasak di dapur,” ujar Sultan. Menurut Sultan, hal tersebut memungkinkan terjadinya perpindahan pengungsi dari satu tempat ke tempat lain. “Mobilitas pengungsi ini bukan saja merepotkan kami, tetapi juga juru masak. Tim harus mendata ulang pagi, siang, dan sore guna mendaftar untuk menyiapkan makananya,” ujar Sri Sultan.

Sri Sultan juga meminta pemerintah setempat untuk memastikan kesehatan pengungsi terjaga, terutama yang termasuk kelompok rentan. “Kesehatan harus benar-benar diperhatikan, diperiksa betul-betul supaya pengungsi dalam keadaan sehat. Ini menyangkut protokol kesehatan, karena COVID-19 jadi pertimbangan. Jangan sampai timbul masalah baru di pengungsian,” ujar Sultan. Sultan menyebutkan bahwa di setiap lokasi pengungsian harus ada satu ruangan khusus yang dikosongkan untuk keperluan karantina. Hal ini untuk mengantisipasi kalau ada warga yang terpapar COVID-19.

Pada kesempatan yang sama, Ngarsa Dalem juga memberikan bantuan yang terdiri dari family kit sebanyak 50 buah, masker 2.500 buah, vitamin 100 paket, makanan siap saji 60 paket, selimut 100 paket, terpal 30 lembar, dan kelambu 100 paket.

Terkait dengan penyebarluasan informasi mengenai aktivitas Gunung Merapi, Sri Sultan meminta untuk seluruh awak media agar menyampaikan berita dengan benar. Sri Sultan berpesan, “Pada waktu tahun 2010 itu ada kekeliruan di TV yang menyebutkan radiusnya sampai 20 kilo (kilometer, red), itu menimbulkan kegelisahan rakyat. Kalau sampai 20 kilo, semua Sleman ngungsi kabeh. Jadi tolong teman-teman pers yang ada di sini diberi informasi, jangan punya pengalaman seperti 2010. Detil perencanaan Merapi saya minta diberitahukan ke publik, karena ini konsekuensinya besar.”

Antisipasi Letusan Eksplosif Gunung Merapi

Pada kesempatan yang sama, Kepala BPPTKG Yogyakarta Hanik Humaida menuturkan bahwa saat ini berdasarkan pemantauan yang dilakukan, ada kemungkinan terjadi letusan eksplosif. “Tapi eksplosifnya tidak seperti tahun 2010. Sementara itu, bukaan kawah saat ini ada di arah tenggara (Kali Gendol), maka ancaman itu sampai saat ini ada pada bukaan kawah tersebut. Terkait deformasi atau penggembungan, pembukaan magma, ada di sisi barat laut. Jadi juga ada kemungkinan magma akan mengarah ke sana,” jelas Hanik.  

Hanik menambahkan bahwa untuk memprediksi arah, sejatinya dapat dipastikan jika kubah lava sudah terbentuk. “Potensi bahaya yang ada saat ini dilihat berdasat kecepatan dan volume kubah lava yang akan muncul. Kami akan membuat satu assestment penilaian bahaya,” tukasnya.

Menanggapi pernyataan tersebut, Sri Sultan menuturkan bahwa jika kubah lava belum muncul, berarti dapat diartikan bahwa masih ada waktu untuk terus mengamati. “Kalau misalnya lava tidak mengalir, tapi ada kecenderungan meletus misalnya 1000-1500 meter, saya ingin kepastian karena saya awam soal itu. Kalau terkena angin, akan terbawa misalnya ke Selo. Dengan letusan itu, kan nggak selalu ke tenggara, ke barat pun juga bisa, arah angin sangat menentukan. Tapi yang namanya kerikil atau batu, kan nggak mungkin ikut angin, mesti akan turun di sekitar Merapi. Yang lebih lembut bahkan bisa sampai kota, tergantung arah anginnya,” tutur Ngarsa Dalem .

Sri Sultan berharap segala kemungkinan ini dapat diantisipasi dengan baik. “Kita siapkan dengan baik, mungkin bisa diukur ke atas, kira-kira nanti abunya jatuhnya ke mana dan berapa kilo, batu juga berapa kilo. Jatuhnya itu akan melewati KRB ataukah tidak. Masyarakat juga dipersiapkan sewaktu-waktu untuk turun, mengosongkan, itu jadi sesuatu yang penting,” tutup Sri Sultan. [Vin]

HUMAS DIY

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *